26 April 2009

PENTINGNYA GIZI PROTEIN HEWANI

PENTINGNYA GIZI PROTEIN HEWANI

oleh Azhari Nuridinar


HIDUP MAHASISWA !!!

HIDUP MAHASISWA !!!

Ketahanan pangan merupakan tersedianya pangan dalam jangka waktu panjang untuk kebutuhan masyarakat. Pangan yang di konsumsi oleh masyarakat umumnya berasal dari pangan hasil tumbuhan, hasil peternakan dan perikanan. Pangan hasil pertanian seperti padi, jagung, gandum, sagu dan sebagainya merupakan pangan sebagai sumber karbohidrat untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk bekerja dan beraktifitas. Pangan hasil ternak seperti daging, susu dan telur merupakan sumber pangan kaya protein yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik dan otak. Sama halnya dengan produk hasil peternakan, ikan juga sebagai sumber protein yang kaya akan asam amino essensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh.

Konsumsi protein hewani atau produk peternakan (daging, telur dan susu), secara cita rasa dan fungsionalnya amat berbeda dengan produk tanaman pangan sumber karbohidrat seperti ubi-ubian, beras dan jagung. Permintaan terhadap produk tanaman pangan pada umumnya bersifat inferior, yang tingkat konsumsinya akan menurun seiring dengan peningkatan pendapatan konsumen, sedangkan permintaan terhadap produk peternakan cenderung bersifat ‘mewah’, yang meningkat cepat atau bahkan lebih cepat dari laju peningkatan pendapatan konsumen. Ada kecenderungan peningkatan pendapatan diikuti dengan meningkatnya konsumsi pangan hewani.

Pertambahan jumlah penduduk yang diikuti peningkatan pengetahuan, pendidikan dan pendapatan mengakibatkan permintaan daging nasional sebagai sumber protein hewani meningkat. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2009 diperkirakan sekitar 233,2 juta jiwa, tentunya akan menjadi masalah tersendiri dalam pemenuhan pangan masyarakat. FAO (2000) menyatakan negara dengan penduduk lebih dari 100 juta, jika tidak memiliki ketahanan pangan nasional maka akan sulit maju dan mandiri. Negara yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan tentu menyebabkan penduduknya kurang asupan gizi, asupan gizi kurang menyebabkan kualitas dan produktifitas masyarakat akan rendah. Masyarakat yang tidak produktif merupakan ”beban” bagi negara tersebut. Konsumsi protein hewani yang cukup akan menghasilkan penduduk yang sehat, cerdas dan produktif. Kualitas sumberdaya manusia yang tinggi merupakan asset bagi negara tersebut untuk maju.

Data Apfindo (Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia) : (2007) menunjukan bahwa pangsa konsumsi daging nasional didominasi oleh daging ayam sebesar 56 %, sapi 23%, babi 13 %, kambing dan domba 5% dan lainnya sekitar 3 %. Konsumsi protein hewani di Indonesia jika dibandingkan dengan negara – negara ASEAN, masih tergolong rendah. Rata-rata konsumsi ayam di ASEAN 7.5 kg/kap/tahun, Indonesia 4.5 kg/kap/tahun menduduki peringkat ke lima setelah Filipina 8.5 Kg/Kap/Thn, Kambodja menduduki peringkat terendah kurang dari 2.0 Kg/Kap/Thn, dan Malaysia merupakan konsumen terbesar 38.5 Kg/Kap/Thn. Konsumsi telur pun tidak jauh beda, Indonesia 67 Butir/Kap/Thn sedangkan Malaysia 311 Butir/Kap/Thn (FAO : 2005).

Merebaknya kasus gizi buruk (malnutrisi) dan busung lapar pada anak-anak usia bawah lima tahun (balita) beberapa waktu lalu sangat merisaukan kita sebagai bangsa. Masa balita merupakan “periode emas (the golden age)” pertumbuhan anak manusia dimana sel-sel otak sedang berkembang dengan pesat. Dalam periode ini protein hewani sangat dibutuhkan agar otak berkembang secara optimal, tidak sampai tulalit. Anak balita yang kurang gizi menyebabkan pertumbuhan sel-sel otaknya kurang berkembang dengan baik, sehingga bila otaknya discan maka akan terlihat seperti “otak kosong”, sedangkan anak balita yang mengkonsumsi gizi yang cukup dalam masa pertumbuhannya, maka hasil scaning otaknya menunjukkan profil “otak berisi”. Selain itu, agaknya, diperlukan program penyediaan sumber protein hewani yang murah, mudah tersedia, terjangkau dan bergizi tinggi pada tingkat rumahtangga.

Dalam konteks ini, kami dari Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI) Wilayah 1 yang dihadiri oleh enam Universitas Se-Sumatra seperti Universitas Syah kuala (ACEH), UIN SUSKA RIAU, Universitas Andalas (PADANG), Universitas Sriwijaya (PALEMBANG), Universitas Muaro Bungo dan Universitas Jambi (JAMBI). Merasa prihatin dan tergerak untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya konsumsi protein hewani. Melalui Aksi damai Kampanye Gizi ini kami menyerukan dan mengajak masyarakat untuk dapat mengkonsumsi protein hewani setiap hari secara benar.

Pentingnya konsumsi protein Hewani karena telah diketahui bahwa adanya kaitan positif antara tingkat konsumsi protein hewani dengan umur harapan hidup (UHH) dan pendapatan perkapita. Semakin tinggi konsumsi protein hewani penduduk semakin tinggi umur harapan hidup dan pendapatan domestik brutto (PDB) suatu negara.

Ayo kita konsumsi makanan dari produk peternakan seperti susu, daging dan telur. Agar anak cerdas, masyarakat sehat, bangsa kita kuat. Makanlah telur minimal 2 butir sehari, susu 1 gelas dan daging (ayam, sapi dan ikan). Maka tercukupi kebutuhan akan protein hewani yang kita butuhkan setiap harinya€.

HIDUP MAHASISWA !!!

HIDUP PETERNAKAN !!!

JAYA INDONESIA !!!

By: Badan Pekerja MUSWIL 1 Sumatra V ISMAPETI

Menuju Ketahanan Pangan Nasional

Menuju Ketahanan Pangan Nasional

oleh Azhari Nuridinar
(Kabid INFOKOM PW 1 ISMAPETI)

Ketahanan pangan merupakan tersedianya pangan dalam jangka waktu panjang untuk kebutuhan masyarakat. Pangan yang di konsumsi oleh masyarakat umumnya berasal dari pangan hasil tumbuhan, hasil peternakan dan perikanan. Pangan hasil pertanian seperti padi, jagung, gandum, sagu dan sebagainya merupakan pangan sebagai sumber karbohidrat untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk bekerja dan beraktifitas. Pangan hasil ternak seperti daging, susu dan telur merupakan sumber pangan kaya protein yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik dan otak. Sama halnya dengan produk hasil peternakan, ikan juga sebagai sumber protein yang kaya akan asam amino essensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh.

Pertambahan jumlah penduduk yang diikuti peningkatan pengetahuan, pendidikan dan pendapatan mengakibatkan permintaan daging nasional sebagai sumber protein hewani meningkat. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2009 diperkirakan sekitar 233,2 juta jiwa, tentunya akan menjadi masalah tersendiri dalam pemenuhan pangan masyarakat. FAO (2000) menyatakan negara dengan penduduk lebih dari 100 juta, jika tidak memiliki ketahanan pangan nasional maka akan sulit maju dan mandiri. Negara yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan tentu menyebabkan penduduknya kurang asupan gizi, asupan gizi kurang menyebabkan kualitas dan produktifitas masyarakat akan rendah. Masyarakat yang tidak produktif merupakan ”beban” bagi negara tersebut. Konsumsi protein hewani yang cukup akan menghasilkan penduduk yang sehat, cerdas dan produktif. Kualitas sumberdaya manusia yang tinggi merupakan asset bagi negara tersebut untuk maju.

Data Apfindo (Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia) : (2007) menunjukan bahwa pangsa konsumsi daging nasional didominasi oleh daging ayam sebesar

56 %, sapi 23%, babi 13 %, kambing dan domba 5% dan lainya sekitar 3 %. Konsumsi protein hewani di Indonesia jika dibandingkan dengan negara – negara ASEAN, masih tergolong rendah. Rata-rata konsumsi ayam di ASEAN 7.5 kg/kap/tahun, Indonesia 4.5 kg/kap/tahun menduduki peringkat ke lima setelah Filipina 8.5 Kg/Kap/Thn, Kambodja menduduki peringkat terendah kurang dari 2.0 Kg/Kap/Thn, dan Malaysia merupakan konsumen terbesar 38.5 Kg/Kap/Thn. Konsumsi telur pun tidak jauh beda, Indonesia 67 Butir/Kap/Thn sedangkan Malaysia 311 Butir/Kap/Thn (FAO : 2005).

Neraca Kebutuhan daging di Indonesia masih terdapat kesenjangan produksi sebesar 25,44 – 28,26 % antara tahun 2005 – 2008 atau setara dengan 865,33 ribu – 864,22 ribu ekor sapi hidup. Kekurangan tersebut di import dari luar negeri misalnya dari Australia sebanyak 58 ribu – 89 ribu ton pertahun. Hal ini sungguh ironis sekali karena sejak dulu kita selalu membanggakan diri sebagai negara agraris, namun untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri saja kita tidak mampu.

Sekarang apa yang bisa kita lakukan ? Bagaimana peran pemerintah, perguruan tinggi, dan swasta dalam menuju Indonesia ketahanan pangan ? Apa saja kebijakan yang telah dilakukan, sedang dijalankan dan yang akan dilaksanakan guna menunjang ketahanan pangan? Banyak rentetan pertanyaan yang muncul dibenak kita mengenai persoalan peternakan yang kita hadapi saat ini.

Peranan Pemerintah

Peranan yang dilakukan pemerintah hendaknya melakukan pembinaan dan pemberdayaan peternak rakyat melalui meningkatan petugas penyuluh peternakan. Program SDM (Sarjana Mandiri Desa) yang dicanangkan oleh pemerintah saat ini merupakan suatu bentuk pembinaan dan pemberdayaan yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas peternak rakyat serta mampu menyerap tenaga kerja terdidik. Maka diharapkan program tersebut dilaksanakan secara kesinambungan. Informasi pasar dan peningkatan sarana dan prasarana di pasar ternak perlu diperhatikan, karena di pasar ternak atau lebih dikenal dengan ”pasar becek” perputaran uang dan transaksi jual beli ternak berlangsung sampai milyaran rupiah perminggunya. Potensi ekonomi yang menggiurkan. Pembinaan dan pemberdayaan RPH (Rumah Potong Hewan) perlu perhatian yang serius agar produk/hasil pemotongan hewan benar-benar memenuhi standar dan aman untuk dikonsumsi. Prinsip ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) agar tetap terjaga. Pembinaan terhadap feedloter untuk menghasilkan ternak yang berkualitas dan memenuhi kebutuhan ternak nasional dengan disokong bantuan dana yang memadai.

Kebijakan pembangunan peternakan guna menuju ketahanan pangan terutama swasemba daging yang dilakukan meliputi a) Memprioritaskan pengembangan sapi potong, kerbau, unggas, kambing dan domba. b) Membangun peternakan berbasiskan kawasan (terkonsentrasi) dalam bentuk kawasan prioritas dan kawasan integrasi dan kawasan industri. c) Konsolidasi peternakan rakyat dengan peningkatan kualitas sumberdaya. d) Membangun sistem pelayanan peternakan dan kesehatan hewan terpadu. e) meningkatkan daya saing produk peternak melalui kualitas dan kuantitas dengan memanfaatkan teknologi. f) Mengembangkan sistim pembiayaan yang kondusif untuk subsektor peternakan

Peranan Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi terutama lembaga pendidikan peternakan menjadi penting, sebab dari merekalah dihasilkan para sarjana peternakan yang tentunya menguasai ilmu dan teknologi bidang peternakan untuk mengembangkan peternakan dan industri peternakan. Program perguruan tinggi yang melibatkan mahasiswa untuk terjun langsung ke lapangan menjumpai masyarakat petani peternak sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat dipandang baik. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat misalnya KKN (kuliah kerja nyata) dapat membantu terjadinya transfer pengetahuan baik bagi peternak maupun kepada mahasiswa. Hal ini yang pernah penulis alami. Mendidik mahasiswa untuk dapat membantu masyarakat dalam mengembangkan peternakan.

Selain itu, perguruan tinggi memiliki peranan dalam melakukan penelitian yang bermanfaat bagi pengembangan peternakan. Serta membantu berbagai pihak dalam merencanakan dan mengembangkan usaha dan industri peternakan.

Peranan Swasta

Swasta memiliki peranan yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan daging. Perusahaan feedlot merupakan produsen terbesar yang menguasai hampir setiap sektor peternakan mulai dari hulu berupa penyediaan bibit, sapronak dan lainnya hingga ke hilir dalam bentuk produk hasil ternak yang siap dikonsumsi dengan memanfaatkan inovasi teknologi dalam setiap prosesnya.

Secara nyata swasta berperan dalam Meningkatkan produktivitas pada kontribusi penyediaan daging, meningkatkan kualitas dan kunatitas bibit, Inovasi teknologi penggemukan, Pembinaan SDM peternakan dalam teknologi penggemukan, Pembinaan peternakan rakyat melalui pola kemitraan, Pembinaan pasar (asuh), introduksi restaining box.

Adanya kolaborasi yang baik ketiga unsur tersebut yaitu pemerintah, perguruan tinggi dan swasta maka diharapkan ketahanan pangan terutama swasembada daging dapat tercapai. Pemerintah selaku pengambil kebijakan dapat memberikan perhatian kepada peternak, perguruan tinggi dan swasta berupa peningkatan infrastruktur. Perguruan tinggi mengambil peranan dalam transfer pengetahuan dan teknologi tepat guna hasil penelitian agar lebih dapat dimanfaatkan oleh pihak swasta. Sebagai bentuk apresiasi, swasta dapat memberikan bantuan dana penelitian kepada perguruan tinggi agar inovasi teknologi terus berkembang. Sehingga terwujudnya ketahanan pangan nasional.

AN